Google Ads

GEOGLOBE

Wednesday, April 22, 2009

Nikmatnya Suami dan Istri yang bersyukur dan sabar

Pasang surut yang mewarnai kehidupan sebuah rumah tangga tak hanya dalam hal hubungan pribadi antara suami dan istri, namun juga menyangkut anak dan rizki. Kesabaran dan sikap syukur menjadi modal yang mesti dimiliki dalam hal ini.

Setiap insan yang hidup di muka bumi ini pasti pernah mengalami suka dan duka. Tak ada insan yang diberi duka sepanjang hidupnya, karena ada kalanya kemanisan hidup menghampirinya. Demikian pula sebaliknya, tak ada insan yang terus merasa suka karena mesti suatu ketika duka menyapanya. Bila demikian tidaklah salah pepatah yang mengatakan, "Kehidupan ini ibarat roda yang berputar", terkadang di atas, terkadang di bawah. Terkadang bangun dan sukses, terkadang jatuh dan bangkrut, kadang kalah, kadang menang, kadang susah, kadang bahagia, kadang suka dan kadang duka… Begitulah kehidupan di dunia ini, kesengsaraannya dapat berganti bahagia, namun kebahagiannya tidaklah kekal.

اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِيْنَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي اْلأَمْوَالِ وَاْلأَوْلاَدِ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيْجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُوْنُ حُطَامًا وَفِي اْلآخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيْدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِنَ اللهِ وَرِضْوَانٌ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلاَّ مَتَاعُ الْغُرُوْرِ

“Ketahuilah, sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan sesuatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah di antara kalian serta berbangga-bangga dalam banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani, kemudian tanaman itu menjadi kering dan kalian lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat nanti ada azab yang keras/pedih dan ada pula ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Kehidupan dunia itu tidak lain kecuali hanya kesenangan yang menipu.” (Al-Hadid: 30)
Suka duka pun suatu kemestian yang dialami sepasang suami istri dalam mengarungi bahtera rumah tangga, karena kesempitan atau kelapangan, kesulitan atau kemudahan datang silih berganti. Ketika diperoleh apa yang didamba, mereka bersuka. Tatkala luput apa yang diinginkan atau hilang apa yang dicintai, mereka berduka.
Sebagai seorang yang beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan mengimani takdir-Nya, sudah semestinya suka dan duka itu dihadapi dengan syukur dan sabar. Allah Subhanahu wa Ta’ala menggandengkan dua sifat ini di dalam firman-Nya:

إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِكُلِّ صَبَّاٍر شَكُوْرٍ

“Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi setiap orang yang banyak bersabar lagi bersyukur.” (Ibrahim:5)
Qatadah rahimahullahu menafsirkan ayat di atas dengan mengatakan, “Dia adalah hamba yang bila diberi bersyukur dan bila diuji bersabar.” (An-Nukat wal ‘Uyun, 3/122)
Rasul yang mulia Shallallahu 'alaihi wa sallam telah mengabarkan bahwa mukmin yang sabar atas musibah/duka yang menimpanya dan bersyukur atas nikmat/suka yang diterimanya akan mendapatkan kebaikan. Kabar gembira ini tersampaikan kepada kita lewat sahabat beliau yang mulia Shuhaib Ar-Rumi radhiyallahu 'anhu. Shuhaib berkata: “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda:

عَجَبًا لأَمْرِ الْمُؤْمِنِ، إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ لَهُ، وَلَيْسَ ذَاكَ لأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ

“Sungguh mengagumkan perkara seorang mukmin. Sungguh seluruh perkaranya adalah kebaikan baginya. Yang demikian itu tidaklah dimiliki oleh seorangpun kecuali seorang mukmin. Jika mendapatkan kelapangan ia bersyukur, maka yang demikian itu baik baginya. Dan jika ia ditimpa kemudaratan/kesusahan1 ia bersabar, maka yang demikian itu baik baginya.” (HR. Muslim no. 7425)
Ketika menjelaskan hadits di atas, Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullahu menyatakan bahwa setiap manusia tidak lepas dari ketetapan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan takdir-Nya. Bisa jadi ia dalam kelapangan dan bisa jadi dalam kesempitan. Dalam hal ini manusia terbagi dua: mukmin dan selain mukmin. Seorang mukmin senantiasa dalam kebaikan pada setiap keadaan yang Allah Subhanahu wa Ta’ala takdirkan baginya. Bila ditimpa kesusahan ia bersabar dan menanti datangnya kelapangan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala serta mengharapkan pahala, maka ia pun meraih pahala orang-orang yang bersabar. Bila mendapatkan kelapangan berupa nikmat agama seperti ilmu dan amal shalih, ataupun nikmat dunia berupa harta, anak dan istri, ia bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan taat kepada-Nya, karena yang namanya bersyukur tidak sebatas mengucapkan “Aku bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.” Adapun selain mukmin, mendapat kesempitan ataupun kelapangan sama saja baginya, karena ia selalu berada dalam kejelekan. Bila ditimpa kesempitan/kesusahan ia berkeluh kesah, mencaci maki, dan mencela Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bila mendapat kelapangan ia tidak bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, Dzat yang telah memberikan nikmat. (Syarhu Riyadhish Shalihin, 1/108)
Seorang mukmin dan mukminah dalam menjalani kehidupan rumah tangganya harus berada di antara kesyukuran dan kesabaran. Karena ia tak luput dari takdir yang baik ataupun yang buruk. Mungkin ia belum dikaruniai anak, maka ia harus bersabar karena anak adalah pemberian Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dia memberikannya kepada siapa yang Dia kehendaki, dan terkadang Dia menguji hamba-Nya dengan tidak segera atau tidak sama sekali memberinya keturunan.

لِلَّهِ مُلْكُ السَّماَوَاتِ وَاْلأَرْضِ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ يَهَبُ لِمَنْ يَشَاءُ إِنَاثًا وَيَهَبُ لِمَنْ يَشَاءُ الذُّكُوْرَ. أَوْ يُزَوِّجُهُمْ ذُكْرَانًا وَإِنَاثًا وَيَجْعَلُ مَنْ يَشَاءُ عَقِيْمًا إِنَّهُ عَلِيْمٌ قَدِيْرٌ

“Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi. Dia menciptakan apa saja yang Dia kehendaki. Dia menganugerahkan anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak laki-laki kepada siapa yang Dia kehendaki. Atau Dia menganugerahkan kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa yang dikehendaki-Nya). Dia pun menjadikan mandul siapa saja yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.” (Asy-Syura: 49-50)
Anak diperoleh bukan karena kemahiran seseorang, bukan karena kejantanan, kekuatan, atau kepandaiannya. Berapa banyak orang yang kuat dan memiliki keutamaan lagi kemuliaan namun Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak memberinya keturunan. Lihatlah istri-istri Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, mereka tidak beroleh keturunan dari pernikahan mereka dengan Nabiyullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, kecuali Khadijah radhiyallahu 'anha dan budak beliau Mariyah radhiyallahu 'anha. Lihat pula Nabi Ibrahim dan Nabi Zakariyya ‘alaihimassalam, keduanya dikaruniai anak tatkala usia telah senja, tulang-tulang telah melemah, rambut telah dipenuhi uban dan istri pun telah tua lagi mandul2. Lihat pula Maryam ibunda ‘Isa ‘alaihissalam dikaruniai anak tanpa pernah menikah dan tanpa pernah disentuh oleh lelaki3. Dengan demikian beroleh anak atau tidak, perkaranya kembali kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dia yang memberi dan Dia yang menahan.
Bila seseorang diberi nikmat berupa anak, hendaklah ia bersyukur kepada Dzat yang telah memberikan anugerah. Namun bila tidak, maka tidak ada yang bisa dilakukan oleh seorang mukmin kecuali tunduk, sabar, ridha dengan ketetapan-Nya dan berbaik sangka kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, karena Dia tak pernah berbuat dzalim kepada hamba-hamba-Nya. Dia Maha Tahu apa yang terbaik bagi hamba-hamba-Nya, sementara hamba-hamba-Nya tidak tahu apa yang baik bagi mereka.

وَاللهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لاَ تَعْلَمُوْنَ

“Allah Maha Mengetahui sementara kalian tidak mengetahui.” (Al-Baqarah: 216)
Dalam masalah rizki juga demikian. Ketika seorang mukmin dalam kehidupan rumah tangganya tidak memperoleh rizki yang lapang, dalam kemiskinan tiada berharta, ia pun harus bersabar. Karena kelapangan dan sempitnya rizki, kaya atau miskinnya seseorang telah dicatat dan ditetapkan dalam catatan takdir dengan keadilan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dia memberi rizki kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan Dia menyempitkannya kepada siapa yang Dia kehendaki, sementara Dia tidak berbuat dzalim kepada hamba-hamba-Nya.
Ingatlah, kenikmatan, kemegahan, dan kekayaan dunia bukan jaminan keselamatan di akhirat nanti. Kalaulah kekayaan itu suatu keutamaan dan keadaan yang paling afdhal niscaya Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menjadikan kekasih-Nya, manusia pilihan-Nya, junjungan anak Adam, yakni Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, sebagai orang yang terkaya di dunia, bergelimang harta dan kemewahan.
Tapi ternyata tidak demikian kenyataannya. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam hidup dengan penuh kesahajaan dan kesederhanaan. Terkadang tidak ada makanan yang dapat disantap di rumah beliau sehingga beliau berpuasa. Dikisahkan hal ini oleh istri beliau yang shalihah Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiyallahu 'anha:

دَخَلَ عَلَيَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ، فَقَالَ: هَلْ عِنْدَكُمْ شَيْءٌ؟ فَقُلْنَا: لاَ. قَالَ: فَإِنِّي إِذَنْ صَائِمٌ

Suatu hari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam masuk ke rumahku, lalu bertanya, “Apakah ada makanan pada kalian (yang bisa kumakan)?” “Tidak ada,” jawab kami. “Kalau begitu aku puasa,” kata beliau. (HR. Muslim no. 2708)
Sampai-sampai untuk membeli makanan, beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah berhutang dengan menyerahkan baju besi beliau sebagai jaminan. Masih dari kisah Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiyallahu 'anha:

اشْتَرَى رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ يَهُوْدِيٍّ طَعَامًا بِنَسِيْئَةٍ، فَأَعْطَاهُ دِرْعًا لَهُ رَهْنًا

“Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah membeli makanan dengan pembayaran di belakang (akan dibayar pada waktu yang telah ditentukan), beliau memberi baju besinya kepada si Yahudi sebagai jaminan.” (HR. Muslim no. 4090)
Betapa sabarnya istri-istri Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan kekurangan dunia yang mereka terima selama hidup dengan suami mereka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan beliau pun wafat tanpa meninggalkan warisan untuk mereka. Kata ‘Amr ibnul Harits, saudara Ummul Mukminin Juwairiyyah bintul Harits radhiyallahu 'anha:

ماَ تَرَكَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَ مَوْتِهِ دِيْنَارًا وَلاَ دِرْهَمًا وَلاَ عَبْدًا وَلاَ أَمَةً وَلاَ شَيْئًا إِلاَّ بَغْلَتَهُ الْبَيْضَاءَ الَّتِي كَانَ يَرْكَبُهَا وَسِلاَحَهُ وَأَرْضًا جَعَلَهَا لاِبْنِ السَّبِيْلِ صَدَقَةً

“Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tatkala wafatnya tidak meninggalkan dinar, dirham, budak laki-laki, budak perempuan, dan tidak meninggalkan harta sedikitpun kecuali seekor bighalnya yang berwarna putih yang dulunya biasa beliau tunggangi dan pedangnya serta sebidang tanah yang beliau jadikan sebagai sedekah untuk musafir.” (HR. Al-Bukhari)
Demikian sebagai anjuran untuk bersabar dengan kesulitan hidup...
Ketika rizki datang pada si mukmin dan kelapangan hidup menyertainya maka rasa syukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala harus diwujudkan. Tidak hanya mengucapkan syukur dengan lisan disertai keyakinan hati, namun harus pula diiringi dengan amalan, yaitu membelanjakan harta tersebut di jalan yang diridhai oleh Sang Pemberi Nikmat dengan infak dan sedekah.
Memiliki rasa syukur ini sungguh suatu keutamaan dan anugerah karena sedikit dari hamba-hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala yang mau bersyukur, sebagaimana dinyatakan dalam Tanzil-Nya:

وَقَلِيْلٌ مِنْ عِبَادِيَ الشَّكُوْرُ

“Dan sedikit dari hamba-hamba-Ku yang mau bersyukur.” (Saba`: 13)
Siapa yang bersyukur, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menambah nikmat-Nya. Adapun orang yang enggan untuk bersyukur, ia akan diazab:

لَئِنْ شَكَرْتُمْ لأَزِيْدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيْدٌ

“Apabila kalian bersyukur, Aku sungguh-sungguh akan menambah kenikmatan bagi kalian dan sebaliknya bila kalian kufur nikmat maka sungguh azabku sangat pedih.” (Ibrahim: 7)
Hadapilah liku-liku kehidupan berumah tangga dengan sabar dan syukur, niscaya kebaikan akan diperoleh. Memang “Sungguh mengagumkan perkara seorang mukmin.”
Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.

1 Kemudaratan di sini sifatnya umum, baik yang menimpa tubuhnya ataupun menimpa keluarga, anak, atau hartanya. (Bahjatun Nazhirin, 1/82)
2 Nabi Zakariyya ‘alaihissalam ketika berdoa minta keturunan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala menyatakan:

قَالَ رَبِّ إِنِّي وَهَنَ الْعَظْمُ مِنِّي وَاشْتَعَلَ الرَّأْسُ شَيْبًا وَلَمْ أَكُنْ بِدُعَائِكَ رَبِّ شَقِيًّا

“Wahai Rabbku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada-Mu, wahai Rabbku.” (Maryam: 4)
Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabulkan doa Nabi Zakariyya ‘alaihissalam dengan memberi kabar gembira kepadanya akan beroleh seorang putra. Nabi Zakariyya ‘alaihissalam pun takjub dengan berita tersebut hingga beliau berkata dengan heran:

قَالَ رَبِّ أَنَّى يَكُوْنُ لِي غُلاَمٌ وَكَانَتِ امْرَأَتِي عَاقِرًا وَقَدْ بَلَغْتُ مِنَ الْكِبَرِ عِتِيًّا

“Wahai Rabbku, bagaimana aku akan beroleh anak, padahal istriku adalah seorang yang mandul dan aku sendiri sudah mencapai umur yang sangat tua.” (Maryam: 8)
3 Ketika malaikat Jibril ‘alaihissalam menemui Maryam dalam bentuk seorang manusia guna memberi kabar gembira kepada Maryam bahwa ia akan beroleh seorang putra, Maryam pun berkata dengan heran:

قَالَتْ أَنَّى يَكُوْنُ لِي غُلاَمٌ وَلَمْ يَمْسَسْنِي بَشَرٌ وَلَمْ أَكُ بَغِيًّا

“Maryam berkata, ‘Bagaimana aku akan beroleh anak, sementara tidak ada seorang lelaki pun yang pernah menyentuhku dan aku sendiri bukan seorang pezina?’.” (Maryam: 20)

[+/-] ......

Mengapa Harga CPO turun......


sebenarnya apa yang terjadi dengan fenomena penurunan harga CPO di pasar dunia tersebut? Apakah penurunan harga tersebut telah dapat dikatakan permanen atau pulihnya krisis pangan? Apakah ekonomi kelapa sawit Indonesia telah mengalami kejenuhan? Beberapa analisis di bawah ini mungkin dapat membantu menjelaskan fenomena yang terjadi.


Memasuki bulan Juli 2008, harga minyak kelapa sawit mentah (CPO=crude palm oil) di pasar dunia mengalami penurunan, sampai di bawah US$ 1,200 per ton. Pada bulan Mei 2008, harga CPO di pasar internasional bahkan pernah melampaui US$ 1,300 per ton, dan menjadi insentif tersendiri bagi ekspor CPO Indonesia (Data diambil dari Commodity Market Review, Bank Dunia, edisi Juli 2008). Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) bahkan pernah memperkirakan produksi CPO Indonesia tahun 2008 ini mencapai 18,6 juta ton, atau melampaui produksi CPOO Malaysia 17,3 juta ton. Dengan mengacu pada proyeksi Oil World (2008), GAPKI pernah berani meramalkan bahwa kontribusi CPO Indonesia mencapai 44,3 persen dari total produksi CPO dunia, lebih tinggi dari 41,2 pangsa CPO Malaysia.
Pertama, di Indonesia dan Malaysia sebagai pemain utama CPO dunia terjadi panen raya, terutama untuk kebun-kebun muda yang baru dibuka lima-enam tahun lalu. Akibatnya, suplai dunia CPO meningkat, sehingga harga sedikit tertekan ke bawah. Faktor musim panas juga berpengaruh, sehingga tingkat permintaan minyak bumi sedikit menurun. Akibatnya, harga minyak bumi dunia juga tertekan sampai di bawah US$ 135 per barrel, suatu penurunan signifikan dari tingkat harga minyak bumi awal bulan Juli yang pernah menembus US$ 144 per barrel. Disamping itu, seperti umumnya terjadi pada musim panas, beberapa komoditas yang menjadi bahan baku minyak nabati dunia, seperti kedelai dan minyak kanola juga mengalami panen. Maksudnya, sumber minyak makan dunia tidak seluruhnya bergantung pada CPO Indonesia dan Malaysia.
Berbeda dengan fenomena harga CPO pada akhir Maret lalu, penurunan harga saat ini agak sulit disimpulkan sebagai akibat spekulasi para pemodal besar di pasar komoditi global. Pada kesempata lain (Arifin, 2008), penulis pernah mengemukakan tentang fenomena spekulasi investor global yang “menguji ketangguhan” pasar komoditi karena pasar keuangan global yang sedang lesu. Demikian pula, walaupun tekanan permintaan CPO untuk dikonversi menjadi biofuels masih tinggi, kaum industriawan di pasar global masih dapat mengandalkan minyak kedelai dan minyak kanola. Akibatnya, harga minyak kedelai masih menunjukkan laju peningkatan karena permintaan yang masih tetap tinggi. Harga jagung di pasar global justru masih mengalami peningkatan yang sangat signifikan karena kebutuhan jagung untuk dijadikan bioetanol masih cukup besar. Sebagian besar kebutuhan bioetanol dunia dipenuhi dari tebu dan jagung. Berhubung di Brazil sebagai produsen besar gula dunia sedang musim dingin, maka kenaikan harga jagung dunia masih menunjukkan peningkatan.
****
Kedua, faktor Uni Eropa sebagai salah satu pasar terbesar CPO Indonesia, yang mulai bertingkah, yang diperkirakan mempengaruhi harga CPO dunia. Walaupun CPO Indonesia juga dipasarkan ke India, Singapura dan lain-lain, namun pasar Rotterdam di Belanda atau Uni Eropa secara umum masih cukup berpengaruh. Awal Juli ini, beberapa delegasi anggota parlemen Uni Eropa datang ke Jakarta, yang konon mempersiapkan regulasi yang berhubungan dengan pangann, biofuel, lingkungan hidup dan lain-lain. Seperti biasa, mereka melakukan pressure (mungkin plus ancaman boikot) bagi negara pemasok CPO dan produk pertanian lain ke Eropa, agar memenuhi syarat-syarat tertentu, yang ditentukan oleh masing-masing negara anggota Uni Eropa. Dengan semakin banyaknya jumlah negara anggota yang bergabung dengan Uni Eropa, tentu saja tuntutan, kemauan, dan kekhasan yang diperjuangkan agak beragam pula.
Argumen lama bahwa produksi CPO Indonesia diperoleh melalui konversi hutan tropis masih menjadi “senjata ampuh” yang digunakan para pejabat Uni Eropa. Dengan pertambahan areal kelapa sawit di Indonesia yang sangat cepat, masyarakat global wajar mempertanyakan proses konversi kebun sawit yang kini mencapai lebih dari 6 juta hektar tersebut. Apa pun argumen yang dibawa negara pembeli CPO Indonesia, para pengampu kepentingan (stakeholders) minyak kelapa sawit harus mampu menjelaskannya secara elegan dan bertanggung jawab. Skema RSPO (Roundtable Sustainable Palm Oil) yang menjadi acuan tentang keberlanjutan usaha dan industri CPO, keramahan terhadap lingkungan hidup dan keadilan sosial-ekonomi nampaknya masih perlu disempurnakan. Tidak berlebihan untuk dikatakan bahwa industri CPO di Indonesia telah menjadi taruhan kredibilitas strategi pengembangan biofuel di Indonesia, serta pelaksanaan pembangunan berkelanjtuan yang ramah lingkungan hidup.
****
Ketiga, penurunan harga CPO saat ini agak sulit untuk dikatakan sebagai fenomena permanen atau pulihnya krisis pangan global. Pemerintah nampaknya masih sulit untuk menurunkan angka pungutan ekspor (PE) CPO dan produk turunannya, sekalipun mendapat tekanan yang tidak kecil. Para analis seakan tidak percaya bahwa harga CPO dunia akan anjlok sampai US$ 780 per ton seperti harga rata-rata tahun 2007, apalagi sampai US$ 478 per ton seperti harga rata-rata tahun 2006. Disamping itu, krisis pangan atau eskalasi harga pangan dunia masih belum akan mereda sampai lima tahun ke depan. Harga tiga komoditas pangan utama di tingkat global, seperti beras, gandum dan jagung, yang mengalami lonjakan di luar akal sehat. Harga gandum dunia per 10 Juli 2008 untuk kualitas sedang (hard red winter HRW) sekitar US$ 400 per ton (naik 96% dalam setahun), harga beras kualitas sedang (Thai 5% broken) juga di atas US$ 900 per ton (naik 203%), dan harga jagung kualitas sedang (number 2 yellow) di atas US$ 240 per ton (naik 94%).
Demikian pula, sulit untuk berharap bahwa harga minyak goreng di dalam negeri akan turun sampai di bahwa Rp 8000 per kilogram, misalnya. Sebera pun kecilnya kontribusi harga minyak goreng pada laju inflasi, komoditas ini telah masuk ke dalam ranah politik, karena berhubungan langsung dengan persoalan sehari-hari, terutama pada kelompok penghasilan rendah. Pemerintahan masih akan melakukan kebijakan populis seperti program stabilisasi harga (PSH) minyak goreng dan operasi pasar di beberapa tempat yang menjadi “pusat perhatian”. Mungkin saja, kebijakan “ala kadarnya” seperti kewajiban alokasi CPO untuk pasar dalam negeri (DMO=domestic market obligation) masih akan dilanjutkan, walaupun tingkat efektivitasnya masih sangat rendah. Masyarakat awam pun pahan bahwa skema kebijakan DMO itu sulit di-enforced di lapangan karena perbedaan kewenangan administratif antara Departemen Pertanian, Departemen Perdagangan dan bahkan Pemerintah Daerah.
****
Keempat, ekonomi kelapa sawit Indonesia masih akan terus berkembang, alias belum mengalami kejenuhan. Tingginya harga CPO dunia, fenomena investasi yang menawarkan hasil cepat (quick-yielding), semakin banyaknya pemekaran kabupaten atau daerah otonom adalah sedikit faktor yang menjadi determinan perkembangan kelapa sawit di Indonesia saat ini. Pelaku industri kelapa sawit skala besar tentu merupakan kelompok yang paling banyak menikmati booming kelapa sawit Indonesia selama 10 tahun terakahir. Tidak dimungkiri, bahwa petani sawit skala usaha kecil pun (di bawah 5 hektar) ikut menikmati tingginya harga jual tanda buah segar (TBS), yang mencapai Rp 1200 per kilogram. Harga sebesar itu adalah dua kali lipat dari harga TBS dua tahun lalu. Petani sawit di Sumatra dan Kalimantan kadang tidak terlalu peduli terhadap kenaikan harga beras dan pangan lainnya, karena mereka mampu membelinya. Sebaliknya, bagi petani padi di Jawa dan Bali yang hanya menguasai lahan setengah hektar atau kurang, mereka menjadi kelompok yang sama sekali tidak diuntungkan atas kenaikan harga CPO atau bahkan atas penurunan harga CPO akhir-akhir ini. Mereka masih harus berjuang untuk mempertahankan hidupnya sendiri.
Singkatnya, fenomena penurunan CPO sekarang diperkirakan belum akan berdampak secara signifikan pada ekonomi kelapa sawit Indonesia. Beberapa pelaku industri CPO memang mengalami penurunan pendapatan, yang mungkin saja berimbas pada harga jual TBS di tingkat petani sawit. Di sinilah diperlukan kearifan Pemerintah untuk secara serius untuk meningkatkan efisiensi ekonomi dan meciptakan keadilan yang lebih baik bagi segenap stakeholders kelapa sawit. Apabila pungutan ekspor (PE) CPO belum akan diturunkan, penerimaan negara yang diperoleh dari PE CPO selama setahun ini dapat segera “dikembalikan kepada masyarakat”, misalnya untuk: peningkatan kesejahteraan petani sawit, pengembangan industri hilir berbasis kelapa sawit, pembenahan kemitraan pelaku kecil dan besar, perbaikan kualitas penelitian dan pengembangan (R&D) bidang agroindustri dan bahkan untuk subsidi harga minyak goreng bagi kaum miskin. Di sinilah nuansa efisiensi dan keadilan dapat tercipta.
Prof Dr Bustanul Arifin, Ketua PERHEPI (Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia)

span class="fullpost">

[+/-] ......

MANAJEMEN RISIKO PERKEBUNAN

Aktivitas perusahaan senantiasa dihadapkan pada risiko-risiko yang berkaitan erat dengan fungsinya untuk menciptakan nilai bagi para stakeholder. Pesatnya perkembangan lingkungan internal dan eksternal perusahaan menyebabkan semakin kompleksnya risiko bisnis. Agar mampu beradaptasi dengan lingkungan bisnis, penerapan manajemen risiko secara formal, terstruktur dan terintegrasi merupakan keharusan bagi perusahaan. Jika dilaksanakan dengan baik, manajemen risiko menjadi kekuatan vital bagi corporate governance, sehingga merupakan hal mendesak yang harus diterapkan perusahaan.

Setiap kegiatan dalam perusahaan atau biasa dikenal sebagai Internal Business Process mengandung risiko, baik yang sifatnya operasional maupun yang bersifat strategis dengan dampak yang sangat luas. Sehingga dalam menentukan mitigasi yang akan diambil, kita harus mampu menentukan apakah yang kita hadapi merupakan risiko operasional ataukah risiko bisnis yang mampu menghentikan proses operasi perusahaan.
Risiko, adalah kejadian yang dapat berdampak terhadap Sasaran Kinerja Perusahaan, setiap kegiatan yang memiliki tujuan akan memiliki risiko. Untuk meminimalkan risiko tersebut maka manajemen melakukan pengendalian (control) sehingga diharapkan akan lebih meningkatkan kepastian pencapaian tujuan/sasaran tersebut.

Manajemen Risiko, adalah suatu proses yang dilakukan oleh manajemen untuk mengidentifikasi, menilai, memonitor dan memitigasi risiko untuk lebih meningkatkan kepastian pencapaian Sasaran Kinerja.


Identifikasi Risiko.

Pekerjaan identifikasi adalah pekerjaan awal manajemen risiko yang paling mudah dilaksanakan, tetapi bila petugas/pelaksana identifikasi tidak punya kompetensi/kemampuan yang memadai, akan menghasilkan identifikasi risiko yang salah dan berakibat pada mitigasi yang salah pula. Pekerjaan awal ini akan menghasilkan output dafta risiko.


Bagaimana melakukan identifikasi risiko? Pekerjaan ini dimulai dengan melakukan analisis pihak berkepentingan (stakeholder), yang meliputi pemegang saham, kreditur, pemasok, karyawan, pemain lain dalam industri yang sama, pemerintah, manajemen itu sendiri, masyarakat dan pihak lain yang terpengaruh oleh adanya perusahaan.
Langkah berikutnya adalah analsis internal, yang dapat dilakukan dengan menggunakan 7S dari McKenzie, meliputi shared value, strategy, structure, staff, skill, system dan style.

Metode yang biasa digunakan dalam identifikasi risiko adalah analisis data historis, pengamatan&survei, benchmarking, dan pendapat ahli. Namun metode ini bisa juga didukung dengan tehnik lain yang dipandang perlu, misalnya analisis kontrak saat kita hendak melakukan transaksi dengan pihak ketiga. Analisis kontrak bertujuan untuk melihat risiko yang muncul karena kontrak tertentu. Risiko ini lebih berkait dengan risiko hukum. Spesifikasi kontrak yang tidak menyeluruh bisa menimbulkan celah-celah yang bisa dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggungjawab. Salah satu yang bisa dilakukan adalah dengan meminta bagian hukum atau bagian kepatuhan ataupun lawyer perusahaan untuk memeriksa poin-poin dalam kontrak untuk menganalisis konsekuensi hukum jika kontrak dituliskan dengan redaksi tertentu.


Bagaimana mengukur Risiko?
Setelah risiko teridentifikasi, proses berikutnya adalah mengukur risiko. Jika risiko telah diukur, kita bisa melihat besar kecilnya risiko, sekaligus dampak bagi perusahaan dan melakukan prioritisasi risiko (risiko mana yang paling relevan). Pengukuran/perhitungan risiko dapat dilakukan dengan beberapa cara yang bisa dipilih, tergantung pada kemudahan dan kecocokan. Proses pengukuran risiko ini akan menghasilkan output berupa peta risiko.

Pengukuran risiko selalu mengacu pada ukuran kualitas dan kuantitas risiko, yaitu frekuensi, tingkat kemungkinan, likelihood atau seberapa sering terjadi dan dampak, impact, severity atau besarnya kerugian. Disamping kedua acuan tersebut, ada juga yang memasukkan unsur kecenderungan/trend dalam mengukur risiko.

Pengukuran risiko akan sangat tergantung pada jenis risiko atau karakteristik risiko tersebut, misal risiko pasar dengan risiko kredit akan menghasilkan teknik kuantifikasi yang berbeda dan dengan demikian pengukurannya juga berbeda. Risiko pasar diukur dengan VAR (value at risk) dan stress-testing, sedangkan risiko kredit diukur dengan credit rating dan creditmetrics. Begitupun risiko operasional akan diukur dengan teknik berbeda lagi misalnya menggunakan matrik frekuensi & signifikansi kerugian dan VAR operasional.

Bagaimana cara penanganan risiko?
Proses berikutnya setelah risiko berhasil diidentifikasi dan diukur adalah mengelola risiko. Jika perusahaan gagal mengelola risiko, maka dampak yang diterima akan cukup serius, misalnya kerugian yang cukup besar, demo mogok dari karyawan, demotivasi karyawan. Output dari proses penanganan risiko adalah rekomendasi pengelolaan risiko.

Pengelolaan risiko secara klasik bisa dilakukan dengan 4 cara yaitu penghindaran risiko (risk avoidance), pengurangan risiko yang bisa dilakukan dengan metode pencegahan, diversifikasi atau lindung nilai alamiah (natural hedging), pemindahan risiko (risk transfer) dan penahanan risiko (risk retention). Kegiatan lain yang erat kaitannya dengan manajemen risiko adalah pengendalian risiko (risk control) dan pendanaan risiko (risk financing).


Mungkinkah perusahaan perkebunan mengelola risiko?
United Grain Growers (UGG), Perusahaan yang bergerak dibidang pertanian di Kanada, bisa mengasuransikan eksposur yang sebelumnya belum pernah diasuransikan, yaitu risiko cuaca. Risiko cuaca dintegrasikan dengan risiko lain dan kemudian diasuransikan. Praktek manajemen risiko UGG yang cukup inovatif mendatangkan penghargaan praktek manajemen terbaik dari beberapa lembaga yang berkompeten di bidang manajemen risiko.

Mengingat bisnis perkebunan juga dipengaruhi alam dan makin beragamnya risiko yang dihadapi perusahaan perkebunan termasuk PTPN dalam menjalankan bisnisnya, maka pengelolaan risiko adalah suatu keharusan (is a must).


Pengelolaan ini bisa dimulai dengan 3 langkah dasar sederhana sebagaimana dibahas diawal tulisan ini. Semisal kita berandai-andai, PTPN hendak menerapkan manajemen ditahun 2008 ini, PTPN sudah memiliki beberapa modal yang bisa dijadikan pijakan dalam bergerak.

Modal yang telah dimiliki dan juga yang harus ada di PTPN untuk melaksanakan manajemen risiko adalah:

-Kinerja terkahir (2008), hal ini telah disajikan dalam laporan manajemen dan telah disahkan kinerjanya oleh pemegang saham dalam RUPS yang baru saja lewat.
-Organisasi manajemen risiko, baik yang masih berada dibawah bidang/biro yang sudah ada maupun membentuk bidang manajemen risiko.
-Adanya “guru” dalam manajemen risiko, beberapa PTPN yang departemen keuangannya dikomandani oleh jendral dari perbankan, secara otomatis memiliki ”guru” dalam menerapkan konsep dasar manajemen risiko.
-Keyakinan terhadap manajemen risiko mulai muncul pada beberapa jajaran manajemen PTPN.
-Data dan informasi terinegrasi (dalam IT warehouse), beberapa PTPN telah investasi dengan nilai yang sangat besar untuk membangun fasilitas ini. Pemanfaatan fasilitas ini bisa dimulai dengan menjadikan data historis tentang curah hujan, produksi, produktivitas, harga, hutang, modal sebagai data base pengelolaan risiko operasional.
-Pandangan: “risiko milik semua”, pelan tapi pasti pandangan ini mulai mengkristal dalam setiap pengambilan keputusan bisnis PTPN.
-Model yang menghubungkan risiko dalam tataran tehnis dengan kinerja perusahaan, perlu dituangkan dalam bentuk tulisan agar dipahami semua jajaran perusahaan
-Dibuatnya corporate risk tolerance secara top down oleh BOD dengan persetujuan BOC.
-Dibuatnya peta risiko (risk map) yang dijadikan tolok ukur kinerja berbasis risiko oleh pihak intern PTPN maupun dengan bantuan konsultan.


Hal penting harus selalu diingat bahwa risiko bersifat dinamis (change management concept), sehingga siklus manajemen risiko harus selalu diikuti dan dijalankan dengan konsisten. Dengan telah dimilikinya modal dalam menerapkan manajemen risiko, dan tahu langkah/tahapan/proses yang perlu dilakukan dalam menerapkan manajemen risiko, maka kejadian menyalahkan sang Khalik atas ketidakmampuan dalam mengantisipasi dan menangani risiko operasional seperti ilustrasi cerita diawal tulisan ini tidak terjadi lagi.

Banyak pakar produksi dan tehnologi di negeri ini yang siap berkiprah dalam mencari solusi inovatif, tak mau kalah dengan para tenaga ahli Jepang yang mampu mengubah badai menjadi energi listrik, atau tanah/padang pasir di jazirah Arab yang gersang dan tandus dengan risiko kegagalan yang sangat tinggi akhirnya bisa menghijau dan menghasilkan produk pertanian berupa buah-buahan secara berlimpah, walaupun tidak seberlimpah buah-buahan dinegeri kita tercinta ini. Walahu alam bis shawab.


[+/-] ......